520
|
#
|
#
|
$a Sengon yang mempunyai nama latin Falcataria moluccana merupakan salah satu jenis yang dikembangkan dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri maupun Hutan Rakyat di Indonesia. Di Indonesia sengon memiliki beberapa nama lokal antara lain: jeungjing (Sunda), sengon laut ( Jawa), sika (Maluku), tedehu pute (Sulawesi), bae, wahogon (Irian Jaya) (Soerianegara dan Lemmens, 1993; Hidayat, 2002).
Jenis ini merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang paling banyak dibudidayakan dengan pola agroforestry oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa.
Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain: masa masak tebang relatif pendek (5-7 tahun), pengelolaan relatif mudah, persyaratan tempat tumbuh tidak rumit, kayunya serbaguna, membantu menyuburkan tanah dan memperbaiki kualitas lahan dan dapat memberikan kegunaan serta keuntungan yang tinggi, misalnya untuk produksi kayu pertukangan, bahan bangunan ringan di bawah atap, bahan baku pulp dan kertas, peti kemas, papan partikel dan daunnya sebagai pakan ternak (Soerianegara dan Lemmens 1993).
Sengon mulai banyak dikembangkan sebagai hutan rakyat karena dapat tumbuh pada sebaran kondisi iklim yang luas, tidak menuntut persyaratan tempat tumbuh yang tinggi (Syahri, 1991). Menurut Siregar dkk. (2008) prospek penanaman sengon cukup baik, hal ini disebabkan oleh karena kebutuhan akan kayu sengon mencapai 500.000 m3 per tahun.
Dengan adanya permintaan kayu yang tinggi ini maka permintaan benih sengon juga semakin meningkat karena berkembang luasnya penanaman jenis ini untuk hutan tanaman industri dan hutan rakyat.
Sampai saat ini untuk mengembangkan hutan tanaman industri sengon, sebagian besar masih menggunakan benih yang tidak diketaui asal usulnya, sehingga akan berakibat rendahnya produktivitas kayu yang dihasilkan. Secara umum benih yang digunakan adalah benih ras lahan Jawa, yang dibawa oleh Teysmann dan di tanam di kebun raya Bogor pada tahun 1871 (Alrasyid, 1973; Achmad dkk., 2004).
Menurut hasil analisis isozym jenis sengon yang berkembang di Jawa mempunyai variasi genetik (genetic base) yang sangat sempit (Seido dkk., 1993). Sehingga pengembangan jenis ini dengan memperluas basis genetic perlu dilakukan, selain untuk meningkatkan produktivitas juga untuk meningkatakan ketahanan terhadap penyakit.
|