03130 2200241 4500001002100000005001500021007000300036008003900039035002000078082001600098084002200114100003700136245017200173264003900345300001200384336002100396337002800417338002500445520223500470650009302705856007402798990001602872INLIS00000000149219520251127031010ta251127 | | |  a0010-1125000086 aL.310-25021 aL.310-25021 NER k0 aNeriza Amelia PertiwiePengarang1 aKAPITALISME DI PEDESAAN JAWA : (STUDI KASUS KETERGANTUNGAN PETANI CABAI RAWIT PADA TENGKULAK DI DESA BOCEK KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG) /cPolbangtan Malang aMalang :bPolbangtan Malang,c2025 a179 hlm 2rdacontentaText 2rdamediaaBuku Tercetak 2rdacarrieraHardcopy aPenelitian ini mengkaji relasi ketergantungan petani cabai rawit terhadap tengkulak di Desa Bocek, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, melalui lensa sosiologi ekonomi pedesaan. Berbeda dengan pandangan ekonomi konvensional, studi ini menemukan bahwa ketergantungan tersebut tidak semata – mata bersifat rasional – ekonomi, melainkan terlekat kuat dalam jalinan sosial dan budaya lokal. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, penelitian ini mengidentifikasi empat tipologi kapitalisme pedesaan yang unik: (1) Kapitalisme Semu, (2) Kapitalisme Perantara Berbasis Modal Sosial, (3) Pemburu Rente Skala Mikro Berbasis Asimetri Informasi dan Akses, dan (4) Kapitalisme Kepastian Semu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik "Tak Gowo Disek" dalam mekanisme penyerahan panen tanpa penetapan harga di awal, menjadi inti dari distorsi pasar hibrid di Desa Bocek. Meskipun praktik ini tampak memberikan "kepastian" bagi petani, sesungguhnya hal ini melanggengkan asimetri informasi dan kekuatan tawar, memungkinkan tengkulak untuk mengekstraksi “rente”. Fenomena "ewuh pakewuh" dan "keterlekatan sosial" yang mendalam antara petani dan tengkulak, yang dibangun melalui kepercayaan dan "utang budi" historis, secara paradoksal justru memperkuat ikatan ketergantungan ini. Nilai – nilai komunal yang seharusnya menjadi perekat solidaritas, terdistorsi menjadi instrumen yang menopang dominasi tengkulak, mengaburkan eksploitasi ekonomi di balik kedok relasi personal. Implikasinya, petani kehilangan posisi tawar yang signifikan, terjebak dalam lingkaran kemiskinan produksi, di mana nilai tambah hasil jerih payah mereka terserap di tingkat perantara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketergantungan ini adalah manifestasi dari kegagalan struktural negara dan institusi pasar formal dalam menyediakan infrastruktur dan kelembagaan yang inklusif bagi petani kecil. Oleh karena itu, rekomendasi penyuluhan difokuskan pada pengoptimalisasian kelompok tani dengan pemasaran langsung, yang diharapkan mampu membangun kesadaran kritis, meningkatkan posisi tawar kolektif, serta memutus mata rantai ketergantungan secara berkelanjutan, dengan tetap mempertimbangkan sensitivitas budaya lokal. 4aKapitalisme Semu, Ketergantungan Petani, Tengkulak, Tak Gowo Disek, Keterlekatan Sosial. ahttps://repository.polbangtanmalang.ac.id/xmlui/handle/123456789/2004 aL.310-25021