01968 2200265 4500001002100000005001500021007000300036008004100039020002200080035002000102082000800122084001400130100002900144245006000173264004600233300003100279336002100310337003000331338002300361520122900384650001701613700003601630990001801666990001801684INLIS00000000143417020241231102819ta241231 g 0 ind  a978-623-164-438-1 a0010-1224000082 a320 a320 ORI p0 aOrien EffendiePengarang1 aPengantar psikologi politik /cOrien Effendi, SH., M.H. aYogyakarta :bAnak Hebat Indonesia,c2024 axii, 196 halaman ;c20 cm. 2rdacontentateks 2rdamediaatanpa perantara 2rdacarrieravolume aDewasa ini, politik masih dipandang terpisah dari diskursus psikologi. Asumsi tersebut berangkat dari anggapan bahwa politik berjalan tanpa dicampuri oleh diskursus lain seperti ilmu psikologi. Dalam ilmu psikologi, kepribadian dan perilaku seseorang selalu melekat dan tidak terpisahkan sebagai suatu kajian. Hal tersebut meliputi karakter, kognisi, dan emosi. Ketiga komponen ini memiliki pengaruh dalam menentukan sikap dan perilaku politik seseorang. Sebagai contoh, dalam ranah psikologi politik, identitas seseorang yang didasari afiliasi partai politik mampu memengaruhi tindakan politiknya, baik dalam merumuskan maupun mengesahkan kebijakan publik. Terutama ketika orang tersebut diberikan kekuasaan politik. Selain itu, keadaan psikologis seseorang cenderung mencerminkan perbedaan perilaku dalam menyikapi persoalan politik jika dilihat dari sudut pandang psikologi politik. Perbedaan wawasan dan pemahaman mereka mengenai politik turut menentukan tindakan sekaligus memunculkan kelas sosial. Akibatnya, ketimpangan sosial politik terus terjadi. Sebagian kalangan akan diuntungkan dan sebagian lain dirugikan. Realitas ini menunjukkan betapa kuat pengaruh diskursus psikologi terhadap berbagai keputusan politik. 4ailmu politik0 aNindya FerrtikasariePenyunting a2024/HD/00134 a2024/HD/00195