520
|
#
|
#
|
$a Dinamika perubahan lingkungan stategis seperti liberalisasi perdagangan, otonomi daerah, kompetisi antara food, feed, dan fuel, fenomena segmentasi pasar, perubahan preferensi konsumen, serta tuntutan terhadap kelestarian lingkungan hidup menuntut adanya perubahan strategi pembangunan. Globalisasi ekonomi yang ditandai dengan semakin terbukanya perdagangan dan investasi mendorong pasar komoditas pertanian semakin terintegrasi baik antar daerah, antar pulau, dan bahkan antar negara. Perubahan lingkungan strategis tersebut menuntut adanya perubahan serta penyesuaian beroperasinya kelembagaan pertanian Perubahan dan penyesuaian tersebut perlu didasari dengan pemahaman yang benar mengenai berbagai hal terkait kelembagaan kemitraan usaha agribisnis yang sudah ada. Kemitraan usaha agribisnis merupakan salah satu strategi pembangunan yang dapat memadukan antara kebijakan makro ekonomi dan kegiatan ekonomi mikro sektor ruil, memadukan antara kelembagaan komunitas-pemerintah-swasta, memadukan kelembagaan antar pelaku agribisnis, serta memadukan pertumbuhan dan pemerataan.
Sejak sekitar tahun 1980-an, pasar hasil pertanian di Indonesia mengalami perubahan secara dinamis dengan makin pesatnya pertumbuhan pasar modern di samping pasar-pasar tradisional yang sudah ada. Diperkirakan pangsa pasar modern untuk produk pertanian mencapai 5-15 persen dan diperkirakan pangsanya terus meningkat. Ekspansi pasar modern mendorong dilakukannya pendekatan baru dalam bisnis eceran produk-produk pertanian, sekaligus menciptakan sejumlah peluang bagi para pelaku agribisnis. Kebijakan pengembangan komoditas pertanian di Indonesia telah berhasil mendorong terjadinya peningkatan produksi, namun belum searah dengan dinamika permintaan pasar dan perubahan preferensi konsumen.
Bagi sebagian besar petani Indonesia yang merupakan petani skala kecil, tantangan bagi mereka makin besar dengan makin luasnya jaringan rantai pasok, yang tidak lagi hanya terbatas dengan para pelaku dalam negeri tetapi juga kaitannya dengan pelaku dari luar negeri. Terjalinnya hubungan rantai pasok denganprodusen/pasar pertanian juga dapat dilihat dari dorongan negara maju agar Indonesia mau membuka pasar pertanian secara lebih luas (beras, gula, produk produk peternakan) dan fenomena membanjirnya produk pertanian impor baik di pasar modern maupun di pasar-pasar tradisional. Padahal, produk yang sama mestinya dapat dihasilkan oleh petani lokal. Namun karena berbagai kendala yang ada, petani lokal kurang mampu bersaing di pasar. Sebaliknya juga telah ada beberapa komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani Indonesia mampu menembus pasar luar negeri terutama produk perkebunan, perikanan, dan hortikultura
Dari sisi pasar, secara empiris diperoleh kenyataan bahwa struktur pasar hasil pertanian cenderung oligopsonistik, sehingga petani selaku produsen selalu memiliki bargaining power yang relatif lebih lemah Kondisi ini diperparah oleh lemahnya konsolidasi kelembagaan petani. Hal itu antara lain ditunjukkan dengan rendahnya pangsa harga (farmer share) yang diterima petani dan tidak meratanya pembagian balas jasa atas fungsi- fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku tataniaga. Kondisi ini bersumber pada kurangnya kemampuan untuk memahami dinamika pasar oleh petani, struktur pasar yang timpang akibat informasi yang tidak sempurna, serta tuntutan konsumen terhadap atribut produk yang lengkap dan rinci
Pentingnya aspek kemitraan usaha agribisni sudah sejak lama disadari tidak hanya oleh para ekonom tetapi juga oleh pemerintah. Hal ini antara lain dapat ditelusuri dari beberapa kebijakan tentang kemitraan usaha. Sejak pertengahan 1970-an hingga awal 1980- an telah dikeluarkan peraturan tentang kemitraan usaha melalui pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), seperti PIR-Perkebunan, PIR- Perunggasan, Tambak Inti Rakyat (TIR), dan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).
Sejalan dengan kondisi di atas, buku ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pola-pola kemitraan usaha agribinis yang eksis dan tumbuh, kinerja pelaksanaan kemitraan usaha agribisnis, manfaat kemitraan usaha agribisnis, kendala- kendala pokok yang dihadapi, serta perumusan terhadap kemitraan usaha agribisnis yang berdayasaing dan berkelanjutan. Strategi kebijakan melalui pengembangan kemitraan usaha agribisnis yang berdayasaing ke depan perlu mempertimbangkan berbagai pola kelembagaan kemitraan usaha agribisnis yang telah eksis; penguatan kelembagaan di tingkat petani; mediasi, fasilitasi,serta promosi bagi terbangunnya kemitraan usaha agribisnis berdayasaing dan berkelanjutan.
Pemerintah mendukung penuh para pelaku pembangunan pertanian yang mencoba mengintegrasikan diri dari industri hulu, budidaya, dan industri hilir melalui kemitraan usaha yang berdayasaing secara berkelanjutan. Oleh karena itu, kehadiran buku karya Dr. Ir. Saptana, MSi dan Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec yang berjudul "Dinamika Kemitraan Usaha Agribisnis Berdayasaing dan Berkelanjutan ini akan menjadi penting sebagai langkah antisipatif dalam rangka menghadapi tantangan pembangunan pertanian kini dan mendatang. Penulis mencoba merumuskan strategi peningkatan dayasaing produk-produk pertanian melalui strategi kemitraan usaha dalam upaya mewujudkan Growth with Equity.
Buku ini telah mencoba memaparkan kemitraan usaha agribinis dengan perspektif pertanian dalam arti luas (lintas komoditas) sebagai salah satu strategi pembangunan pertanian. Kerja keras dan usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan penulis patut dihargai dan diapresiasi. Mudah-mudahan buku ini akan mendorong semua pihak untuk semakin memberkan perhatian bagi pembangunan pertanian dan tumbuh berkembangnya kemitraan usaha agribisnis di Indonesia. Secara keseluruhan, semoga karya ini menambah khazanah ilmu dan memberikan manfaat bagi pembacanya.
|