04489 2200229 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020001800100100002800118245014800146260006500294300001700359650001600376650001500392650001800407520378400425082001404209084002004223990001604243INLIS00000000000085220240729102759 a0010-0124000581ta240729 g 0 ind  a979-8308-44-11 aSetiadi, Bambang; et al1 aProsiding Lokakarya Nasional Sapi Potong :bStartegi Pengembangan Sapi Potong dengan Pendekatan Agribisnis dan Berkelanjutan /cBambang Setiadi aBogor :bPusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,c2004 a191 ;c29 cm 4aSapi potong 4aAgribisnis 4aRak Prosiding andonesia mempunyai peluang yang sangat besar dalam usaha pengembangan sapi potong mengingat permintaan pasar yang relatif besar. Hal ini ditinjau dari berbagai potensi seperti agro-klimat dan luas lahan, sumberdaya genetik sapi lokal, bebas penyakit, tersedianya teknologi tepat guna, dan beberapa regulasi untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. 2. Upaya-upaya teknis seperti efisiensi perbibitan dan peningkatan efisiensi penggemukan perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan produktivitas sapi potong. Aspek sosial ekonomis dilaksanakan sejalan dengan upaya teknis tersebut, yang meliputi pembinaan kelompok usaha peternakan rakyat, fasilitasi akses peternak kepada perbankan/lembaga keuangan dan menciptakan struktur pasar yang lebih kompetitif. 3. Pengembangan usaha perbibitan di dalam negeri merupakan langkah strategis untuk penyediaan bibit sapi nasional, sehingga pemerintah harus terus mendorong tumbuhnya usaha- usaha perbibitan rakyat di pedesaan (village breeding centre). Secara nasional, strategi perbibitan sapi potong diarahkan melalui pendekatan pemurnian, persilangan dan penciptaan bangsa baru. 4. Seiring dengan pelaksanaan OTDA yang terus dimantapkan di daerah-daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 25 pasal 2 (3) menyatakan bahwa hanya kewenangan khusus yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yakni pengaturan perbibitan dan pencegahan hama/penyakit. Oleh karenanya peran strategis dalam pembinaan, bimbingan dan pengawasan dalam pengaturan perbibitan lebih ditekankan pada fasilitasi dan pengaturan perbibitan ternak rakyat di pedesaan, perbibitan ternak swasta dan perbibitan ternak pemerintah (UPT-UPT Perbibitan). 5. Visi pembangunan peternakan 2005-2009 'ternak sehat, negara kuat' harus betul-betul dapat dilaksanakan. Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor kunci dalam mencapai produktivitas dan reproduktivitas optimum sapi potong, sehingga pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis secara komprehensif merupakan penentu pengamanan ternak sehat dan produktif dalam pengembangan usaha peternakan rakyat. Beberapa penyakit strategis seperti brucellosis, IBR, anthrax, SE dan Jembrana perlu ditanggulangi dengan vaksinasi di daerah endemic dan memperketat peraturan karantina hewan yang didukung oleh kelengkapan fasilitas laboratorium penyakit hewan. Beberapa alternatif dalam pengembangan sapi potong lokal meliputi (i) perluasan kawasan pangonan dengan memanfaatkan areal perkebunan, dan (ii) perluasan kawasan peternakan melalui transmigrasi ternak dengan memanfaatkan beberapa pulau yang berpotensi sebagai sumber bibit ternak sapi. Misalnya, Pulau Sumba pernah dijadikan oleh Pemerintah Belanda sebagai sumber bibit ternak sapi. Sehingga perlu dikaji kelayakan beberapa pulau seperti, Pulau Kimam (Papua) dan Pulau Buru (Maluku) untuk Kawasan Timur Indonesia, Pulau Nias dan Pulau Nusakambangan untuk Kawasan Barat Indonesia. 6. Guna mendukung pengembangan sapi potong lokal diperlukan beberapa langkah/upaya dalam kebijakan pemerintah, diantaranya adalah diperlukan amandemen UU yang mengatur kewenangan Pemerintah Pusat, dimana disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai wewenang dalam pengaturan pemasukan atau pengeluaran benih/bibit dan penetapan pedoman untuk penentuan standar pembibitan/perbenihan pertanian. Perubahan perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga Pemerintah Pusat dapat mengendalikan perbaikan mutu ternak, sedang penyebarannya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Oleh karena dengan PP tersebut dapat terjadi (i) kurang dapat terkendalinya BIB-Daerah, dan (ii) Pemerintah Pusat tidak dapat melarang apabila Pemerintah Daerah memutuskan agar supaya ternaknya disilangkan, padahal di lokasi tersebut merupakan sumber genetik sapi potong (bali dan Madura) a636.2.033 a636.2.033 SET p a00000000950