02544 2200241 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020002200100100002300122245008500145260007400230300001900304650002200323650001800345700002300363700002300386520185500409082000802264084001402272990001602286INLIS00000000000082020240729013907 a0010-0124000549ta240729 g 0 ind  a978-979-3566-92-41 aSuradisastra, Kedi1 aProsiding Seminar Nasional Petani dan Pembangunan Pertanian /cKedi Suradisastra aBogor :bPusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,c2012 a637 ;c24,5 cm 4aPertanian-Kongres 4aRak PROSIDING1 aHutabarat, Budiman0 aSwastika, Dewa K.S aDinamika pembangunan pertanian dan perdesaan di Indonesia dicirikan oleh tahap-tahap pembangunan sebagai berikut: (a) fase modernisasi awal pada periode 1960-1980; (b) fase modernisasi kritis, periode 1980-2000; dan (c) periode modernisasi lanjut tahun 2000 sampai sekarang. Dalam ketiga fase tersebut, peran pemerintah sangat besar, tetapi strategi pendekatannya selalu diupayakan sejalan dengan tuntutan domestik dan global, serta tidak lepas dari pertimbangan politik. Pembangunan pertanian dalam fase awal dicirikan oleh peran pemerintah/negara dengan pendekatan pemenuhan dasar (pangan), dipadukan dengan penghapusan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Fase kedua ditandai oleh peran pemerintah/negara yang semakin kendur digantikan oleh peran pasar untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Pada fase ini infrastruktur kelembagaan baru terbentuk melalui investasi padat-modal yang melibatkan swasta dan skala besar terutama pada perusahaan perkebunan. Pada pembangunan fase ketiga pertumbuhan ekonomi semakin dipacu dengan membuka lebar peran swasta, baik lokal maupun asing dan peran pasar melalui kesepakatan liberalisasi Dalam fase ini, peran pemerintah/negara berangsur-angsur menarik diri dar proses distribusi dan perlahan-lahan melepas petani dan pengusaha pertaniar untuk menentukan pilihan tindakan ekonomi guna mencapai kesejahteraar mereka sendiri. Perkembangan kelembagaan petani pada fase pertama pembangunan pertanian dipimpin pemerintah dengan mengadopsi secara ketat kebijaka non-dialogis dan bersifat top-down. Namun pada fase-fase selanjutnya, sika tersebut berubah karena masyarakat, terutama melalui gerakan masyaraka sipil menghendaki pengembangan dialog, yang selanjutnya memenu kebutuhan aspirasi politik. Penyaluran aspirasi politik menjadi sam pentingnya dengan kebutuhan ekonomi dan fisik. a631 a631 SUR p a00000000926