03564 2200253 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020002200100100002300122245010800145260006500253300001900318700002300337700002300360520281900383600002003202082001403222084002003236650002003256650001803276990001603294INLIS00000000000078520240729110951 a0010-0124000514ta240729 g 0 ind  a978-979-3566-95-51 aSwastika, Dewa K.S1 aPemanfaatan dan Pendayagunaan Lahan Terlantar Menuju Implementasi Reforma Agraria /cDewa K.S. Swastika aBogor :bPusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,c2014 a426 ;c24,5 cm0 aSuradisastra, Kedi0 aHutabarat, Budiman aKetetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam mengamanatkan pelaksanaan reforma agraria, Namun sampai penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, pelaksanaan reforma agraria masih berjalan di tempat. Di satu sisi, petani membutuhkan lahan sebagai titik ungkit peningkatan produksi pangan dan pendapatan petani, di sisi lain terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan akses petani terhadap lahan, yakni lahan-lahan terlantar, namun belum diakses oleh petani. Hasil inventarisasi PBN bahwa luas lahan terlantar di Indonesia mencapai 7,2 juta hektar, namun penetapannya sebagai lahan terlantar dan redistribusinya kepada masyarakat petani masih menghadapi berbagai kendala Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema "Pemanfaatan Dan Pendayagunaan Lahan Terlantar Menuju Implementasi Reforma Agraria" pada hari Rabu tanggal 28 November 2012, bertempat di IPB International Convention Center, Jl. Raya Pajajaran Bogor. Seminar menampilkan 1 (satu) keynote speaker dan 6 (enam) pembicara utama yang membahas masalah Inovasi Teknologi Pertanian, Pemetaan Lahan Terlantar, Lesson Learned Pemanfaatan Lahan Terlantar, Sejarah Perjalanan Reforma Agraria, Aspek Hukum Pemanfaatan Lahan Terlantar serta Kesejahteraan Petani. Rumusan seminar nasional tersebut disajikan di bawah ini: 1. Definisi atau nomenklatur lahan terlantar masih belum seragam. Hal ini tercermin dari PP No.36/1998 Jo Kepts. Ka. BPN 24/2002 dan PP No. 11/2010 Jo Perkaban 4/2010, yang menunjukkan ketidak konsistenan persepsi terhadap definisi lahan terlantar. 2. Wadah pengaturan reforma agraria, yakni Peraturan Pemerintah secara hukum dipandang kurang tepat, sehingga perlu disempurnakan substansinya dan ditingkatkan pengaturannya dalam bentuk Undang-Undang. 3. Sejak pemerintahan Orde Baru berakhir sampai saat ini sikap politik masyarakat Indonesia belum jelas. Lebih jauh lagi, sampai saat ini masih sulit menemukan fakta penetapan lahan terlantar oleh BPN dan "redistribusi" lahan tersebut kepada masyarakat. Penerbitan PP No. 11/2010 sebagai revisi dari PP No.36/1998 belum memperlihatkan kemajuan yang berarti dalam pelaksanaan reforma agraria. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh banyaknya lahan terlantar yang sudah digarap, namun statusnya sebagai lahan yang dapat di- redistribusikan kepada masyarakat belum ditetapkan. Di sisi lain, lahan terlantar yang sudah dimanfaatkan kembali oleh investor baru dan bermitra dengan Pemda dan masyarakat, justru ditetapkan sebagai lahan terlantar, sehingga menimbulkan permasalahan baru, baik dengan investor, pemerintah daerah, maupun masyarakat. 4aReforma Agraria a631.4:504 a631.4:504 SWA p 4aLahan pertanian 4aRak Prosiding a00000000917