02002 2200253 4500001002100000005001500021007000300036008004100039020002100080035002000101082001200121084001800133100001200151245009400163250000600257260003200263300002600295520130700321650002901628650002601657650002701683650002301710990001501733INLIS00000000000014520240729085627ta240729 f 0 ind  a978-602-128-07-2 a0010-1023000083 a631.543 a631.543 HAR k0 aHaryono1 aKalender Tanaman Terpadu :bPenelitian, Pengkajian, pengembangan dan Penerapan /cHaryono a1 aBogor :bIAARD Press,c2013 ax, 482 Hlm ;c25,4 Cm aSudah sering kita dengar, rasakan, alami, dan pahami bahwa sesungguhnya perubahan iklim baik secara global, regional, maupun lokal sudah terjadi dan selalu menyertai kehidupan kita. Dinamika proses dalam suatu ekosistem yang besar maupun kecil, juga terintervensi dengan pola dan dinamika perubahan iklim. Demikian pula dalam proses produksi sektor pertanian, mulai dari budidaya hingga pascapanen, dengan skala dan magnitude yang juga berbeda-beda. Belum hilang dari ingatan kita, pada musim kemarau tahun 2013, di bulan Juli sampai Agustus, hampir sebagian besar wilayah Indonesia atau sekitar 87% dari 324 ZOM (zona musim) masih mengalami peningkatan intensitas curah hujan. Seperti yang terjadi di sebagian kecil Sumatera, sebagian besar Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Musim kemarau yang diikuti oleh peningkatan curah hujan lazim disebut dengan kemarau basah. Peristiwa tersebut seperti mengulang kejadian tahun 2010. Pada tahun 2010, sepanjang musim kemarau tetap ada hujan, sehingga disebut ekstrem kemarau basah atau disebut tahun tanpa musim kemarau. Padahal pada tahun-tahun tanpa anomali, bulan Juli dan Agustus sifat hujan sebagian besar wilayah Indonesia di bawah normal dengan intensitas curah hujan lebih rendah dari pada curah hujan yang biasa terjadi pada musim kemarau 4aAdaptasi Perubahan Iklim 4aIklim Berbagai Tempat 4aKalender Tanam Terpadu 4aRak TANAMAN PANGAN aB000203/23